ads
Booming Paylater di Era Deflasi: Tantangan bagi Generasi Muda

Booming Paylater di Era Deflasi: Tantangan bagi Generasi Muda

Smallest Font
Largest Font
Table of Contents

Beritadata - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa piutang pembiayaan dari skema ‘buy now pay later’ (BNPL) atau paylater oleh perusahaan pembiayaan hingga Agustus 2024 mencapai Rp7,99 triliun. Nilai ini mengalami peningkatan sebesar 89,20% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya OJK, Agusman, menyatakan bahwa pada Juli 2024, piutang pembiayaan paylater yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan tumbuh sebesar 73,55% secara tahunan.

“Dengan tingkat non-performing financing (NPF) bruto yang tetap terjaga di angka 2,52% pada Agustus 2024," jelasnya dalam pernyataan tertulis yang disampaikan pada Sabtu (5/10), mengutip dari Kompas.

Agusman juga menyebutkan bahwa pada Juli 2024, tingkat pembiayaan bermasalah atau non-performing untuk paylater oleh perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,82%. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa regulasi terkait paylater saat ini sedang dalam tahap kajian. Aturan baru yang akan diterbitkan akan mengatur persyaratan bagi perusahaan pembiayaan yang menyediakan layanan paylater.

Selain itu, regulasi tersebut akan mencakup aspek terkait kepemilikan sistem informasi, perlindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem keamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerjasama dengan pihak lain, serta manajemen risiko.

Sebelumnya, laporan yang disusun oleh Kredivo dan Katadata Insight Center mengenai Perilaku Pengguna Paylater Indonesia 2024 menunjukkan bahwa mayoritas pengguna paylater adalah laki-laki, dengan proporsi sebesar 56,5%. Kaum pria juga mendominasi dalam hal jumlah dan nilai transaksi paylater selama tahun 2023, masing-masing sebesar 58,9% dan 58,1%.

Generasi Muda dan Utang

OJK menyoroti bahwa produk paylater kemungkinan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan generasi muda mengalami over indebtedness atau terjerat utang berlebih. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa fenomena ini telah menjadi perhatian Forum International Network on Financial Education (INFE) dalam naungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Paylater ini bisa membuat anak-anak muda mengalami over indebtedness, atau terlalu banyak utang,” ungkapnya saat menghadiri acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It) di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (5/10).

Ia juga mengimbau pelaku usaha jasa keuangan untuk memperhatikan pemberian pembiayaan, khususnya dalam produk paylater

“Kami mengingatkan agar penyedia jasa keuangan lebih bertanggung jawab dalam menyalurkan pembiayaan. Jangan hanya sekadar memberi akses, tetapi pastikan inklusi yang bertanggung jawab,” tambahnya.

Friderica, yang akrab disapa Kiki, menegaskan bahwa pelaku usaha jasa keuangan diharapkan tidak mendorong generasi muda yang belum memiliki penghasilan untuk berbelanja berlebihan. Selain itu, ia juga mendorong asosiasi terkait untuk mendukung pembiayaan yang bersifat produktif.

Ia berbagi cerita tentang kasus yang pernah ditangani OJK, di mana seorang mahasiswa dipaksa oleh agen jasa keuangan untuk mengubah statusnya menjadi pekerja agar bisa mengajukan pinjaman. Dalam hal ini, penyelenggara jasa keuangan bertanggung jawab atas tindakan pihak ketiga, termasuk agen yang terlibat.

"Kami mengingatkan bahwa generasi muda ini adalah calon pelanggan bank di masa depan. Jangan sampai mereka terjebak utang dan tercatat buruk di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), yang bisa merusak masa depan mereka," tutupnya.

Peningkatan penggunaan paylater terjadi di tengah tren deflasi selama empat bulan berturut-turut dari Mei hingga Agustus 2024. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi pada Mei 2024 tercatat sebesar 0,03% secara bulanan (month to month/mtm), semakin dalam menjadi 0,08% pada Juni 2024. Kondisi ini memburuk pada Juli 2024 dengan deflasi mencapai 0,18%, sebelum kembali ke angka 0,03% pada Agustus 2024.

Tim Editor
Daisy Floren

Apa Reaksi Kamu?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow
ads

Paling Banyak Dilihat

ads
ads