Dampak Penipuan Keuangan Digital terhadap Perekonomian
Beritadata - Ronny P. Sasmita, seorang pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), menyatakan bahwa penipuan dalam sektor keuangan, khususnya yang terjadi di ranah digital, memberikan dampak besar yang merugikan perekonomian. Salah satu dampak utama adalah terjadinya disalokasi modal (capital) yang seharusnya dapat dimanfaatkan konsumen untuk kebutuhan produktif.
"Penipuan keuangan ini menyebabkan modal yang dimiliki konsumen tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya," ujar Ronny dalam wawancara dengan Liputan6.com.
Ia menjelaskan bahwa dana yang dirampas oleh pelaku penipuan tidak lagi tersedia untuk kebutuhan konsumsi, investasi, atau kegiatan bisnis produktif lainnya. Sebaliknya, modal tersebut berpindah ke tangan pihak yang tidak memiliki kontribusi nyata terhadap perekonomian.
"Dengan adanya penipuan ini, terjadi pergeseran modal dari aktivitas yang produktif ke pihak-pihak yang tidak memiliki tujuan jelas," tambah Ronny.
Ronny juga menyoroti bahwa penipuan ini berdampak lebih signifikan pada kelompok masyarakat kelas menengah, yang memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jika modal mereka dikelola dengan tepat. Modus-modus penipuan seperti investasi palsu dan penipuan digital lainnya mengakibatkan aliran dana yang seharusnya berputar dalam ekonomi menjadi terhambat.
Peran Pemerintah dalam Mengatasi Penipuan Keuangan
Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa kasus penipuan keuangan digital di Indonesia meningkat drastis sepanjang tahun 2024. Hingga kuartal ketiga, tercatat lebih dari 15.000 laporan terkait penipuan investasi bodong dan modus penipuan digital lainnya. Angka ini naik hampir 40% dibandingkan tahun sebelumnya. OJK mencatat, mayoritas korban berasal dari kelompok usia produktif yang memiliki akses tinggi terhadap layanan keuangan digital, namun minim literasi keuangan.
Sebagai respons, OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meluncurkan kampanye edukasi nasional untuk meningkatkan literasi keuangan dan keamanan digital. Kampanye ini mencakup sosialisasi cara mengenali modus penipuan, seperti aplikasi palsu atau situs investasi ilegal, serta pentingnya menjaga data pribadi. Langkah ini diharapkan dapat menekan kasus penipuan sekaligus memberikan perlindungan lebih baik kepada konsumen di tengah pesatnya perkembangan teknologi finansial di Indonesia.
Ronny mendesak pemerintah untuk menangani kasus penipuan keuangan dengan lebih serius, mengingat dampaknya yang luas terhadap masyarakat dan perekonomian negara.
"Pemerintah harus mengambil langkah serius untuk menangani penipuan online dan investasi palsu, karena hal ini menghancurkan kehidupan ekonomi masyarakat. Upaya pencegahan harus ditingkatkan untuk meminimalkan dampaknya," tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat dan edukasi kepada masyarakat agar mereka lebih waspada terhadap risiko penipuan finansial. Dengan langkah ini, modal yang dimiliki konsumen dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Literasi Keuangan: Kunci Meminimalkan Penipuan Digital
Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, turut menyoroti maraknya penipuan dalam sektor keuangan digital di Indonesia. Menurutnya, rendahnya tingkat literasi keuangan menjadi salah satu penyebab utama fenomena ini.
"Rendahnya literasi keuangan masyarakat kita memberikan celah bagi para pelaku penipuan, terutama dalam sektor keuangan digital," ujar Huda.
Ia menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang terjebak oleh tawaran keuntungan yang tidak realistis, seperti iming-iming profit hingga 30-70% per bulan. Padahal, angka tersebut jauh dari batas wajar dalam investasi yang sehat.
Selain itu, fenomena "flexing" di media sosial, di mana masyarakat berlomba-lomba menunjukkan gaya hidup mewah, juga dimanfaatkan oleh para penipu untuk menarik korban.
Kewaspadaan dan Peningkatan Literasi Keuangan
Huda mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi maupun data keuangan. Ia menyarankan konsumen untuk selalu berpikir logis dan mencurigai penawaran dengan keuntungan di atas 10% per bulan, karena hal tersebut cenderung menipu.
"Jika ada penawaran dengan keuntungan melebihi 10% per bulan, itu seharusnya langsung dicurigai sebagai penipuan," tegasnya.
Ia menekankan pentingnya meningkatkan literasi keuangan digital di tengah masyarakat. Pemahaman yang lebih baik tentang investasi yang aman dan prinsip keuangan yang sehat tidak hanya melindungi konsumen dari kerugian, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi digital Indonesia untuk berkembang secara berkelanjutan.
Apa Reaksi Kamu?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow