ads
IHSG Terkoreksi Sampai di Level 6.800, Terendah Untuk Tahun Ini

IHSG Terkoreksi Sampai di Level 6.800, Terendah Untuk Tahun Ini

Smallest Font
Largest Font

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dilaporkan mengalami penurunan yang signifikan, hingga lebih dari 1% pada perdagangan hari Jumat (7/6/). Meski perdagangan IHSG harus terkoreksi, beberapa saham tetap menunjukkan performa terbaik (cuan) dan terburuk (boncos) dalam seminggu terakhir.

Pada akhir perdagangan, IHSG ditutup turun 1,1% ke posisi 6.897,95, bahkan menyentuh level psikologis 6.800, di mana catatan ini merupakan level terendah untuk tahun ini atau sejak November 2023.

Tercatat jumlah transaksi yang terjadi di akhir perdagangan kemarin diketahui ada sekitar Rp8,4 triliun, di mana itu terdiri dari transaksi saham sebanyak 13 miliar lembar serta total transaksi yang terjadi sebanyak 815.069 kali. Terdapat 232 saham yang naik, 309 saham yang turun, dan 240 saham yang stagnan.

Sektor keuangan diketahui menjadi kontributor atau penyumbang paling besar penurunan IHSG di akhir perdagangan kemarin, dengan penurunan mencapai 1,35%.

Penurunan IHSG terjadi meskipun sentimen pasar global cenderung positif. Bank Sentral Eropa (ECB) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya, menjadi bank sentral negara Barat pertama yang melakukan hal ini. ECB menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, perubahan pertama sejak 2019, dari level tertinggi 4,5%. Kini, suku bunga utama menjadi 4,25%, suku bunga fasilitas simpanan menjadi 3,75%, dan suku bunga pinjaman marjinal menjadi 4,5%. Namun, tekanan harga domestik tetap tinggi, menandakan adanya tantangan inflasi.

Inflasi di 20 negara yang menggunakan euro telah turun dari lebih dari 10% pada akhir 2022 menjadi sedikit di atas target ECB sebesar 2% dalam beberapa bulan terakhir, terutama disebabkan oleh rendahnya biaya bahan bakar dan normalisasi pasokan setelah kendala pasca pandemi. Namun, kemajuan ini terhenti dan pelonggaran yang diharapkan dari ECB tampak tidak pasti karena inflasi zona euro mungkin akan stagnan atau mengalami stagflasi, seperti di Amerika Serikat (AS).

Para pelaku pasar pun berharap supaya bank sentral AS, yakni Federal Reserve atau The Fed bakal meniru apa yang dilakukan oleh bank sentral Eropa (ECB) dengan menurunkan besaran suku bunga untuk tahun ini.

Merujuk pada perangkat FedWatch kemungkinan besaran peluang apakah The Fed bakal mempertahankan tingkat suku bunga di pertemuan yang digelar pada bulan ini berada di level 99,9%.

Para pelaku pasar memperkirakan dua kali penurunan suku bunga tahun ini, yakni pada pertemuan September dan Desember. Harapan ini didukung oleh data tenaga kerja dan performa manufaktur AS yang tampak lesu.

Hasil laporan yang baru masuk menunjukkan bahwa jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru atas tunjangan pengangguran mereka, mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada pekan lalu. Sedangkan di saat yang bersamaan, biaya upah untuk para tenaga kerja mengalami kenaikan dengan jumlah lebih kecil daripada yang diprediksi sebelumnya di kuartal pertama tahun ini.

Ini menunjukkan pasar tenaga kerja sedang mendingin, namun tidak cukup untuk meyakinkan Federal Reserve untuk segera memotong suku bunga. Klaim awal tunjangan pengangguran negara bagian naik 8.000 menjadi 229.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 1 Juni, menurut Departemen Tenaga Kerja pada hari Kamis.

Sementara itu, para ekonom yang dimintai ikut survei oleh Reuters memprediksi jika nantinya akan ada sebanyak 220 ribu klaim di minggu terakhir.

Tim Editor
Daisy Floren

Apa Reaksi Kamu?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow
ads
ads
ads