ads
IHSG Anjlok Dampak Dari Panic Selling

IHSG Anjlok Dampak Dari Panic Selling

Smallest Font
Largest Font

Pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari Selasa (16/4), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat berada pada level 7.164,8. Nilai tersebut menunjukkan adanya penurunan sebesar 122,07 poin atau 1,68%. Dalam perdagangan di hari sebelumnya, IHSG berada di level 7.268,88. 

Anjloknya IHSG di hari pertama perdagangan itu lantaran adanya transaksi saham yang mencapai Rp23 triliun. Untuk net sell asing, diketahui ada sebesar Rp2,4 triliun. Dengan demikian, IHSG anjlok ini bisa dikatakan karena ‘panic selling’.

William Hartanto selaku Founder dari WH Project menjelaskan jika panic selling itu sangat terkait dengan sentimen rupiah yang melemah atas dollar Amerika Serikat (AS). 

“Dalam kondisi seperti ini, saham-saham yang masuk dalam big caps bakal mengalami pelemahan yang akhirnya membebani IHSG. Sektor yang mempunyai korelasi terbalik dengan IHSG, misalnya komoditas, bakal mengalami penguatan,” tutur William saat memberikan analisisnya, mengutip dari Kompas. 

Secara teknikal, IHSG mempunyai pola head & shoulders serta neckline di level 7.122. Meski demikian, walaupun anjlok, posisi IHSG menurutnya masih cukup aman. 

“Apabila melihat pertahanan IHSG dalam level ini sampai pada penutupan perdagangan di hari Selasa, bisa dibilang jika IHSG kondisinya masih aman,” lanjutnya. 

Adapun saham blue chip, di antaranya seperti saham perbankan milik Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Central Asia (BBCA) serta Telkom Indonesia (TLKM) tercatat mengalami transaksi dengan tingkat frekuensi paling tinggi. 

Untuk BBRI, tercatat ada perdagangan mencapai 509,5 juta yang nilainya sebesar Rp3,3 triliun. Dengan perdagangan itu, sahamnya pun turun sebanyak 5,3% atau 300 poin pada level Rp5.350 per lembar saham. 

Kemudian BBCA mengalami koreksi sebanyak 3,5% atau 350 poin, berada di level Rp9.475 per lembar saham. Volume transaksinya tercatat sebanyak 249,9 juta dengan nilai mencapai Rp2,7 triliun. 

Sedangkan untuk TLKM, penurunan yang dialami lebih besar yakni sampai dengan 6,1% atau 210 poin, berada di level Rp3.220 per lembar saham. Transaksi yang tercatat ada sebanyak 490,7 juta, di mana nilainya mencapai Rp1,6 triliun. 

Rekomendasi Beli Saham Big Caps

Terpisah, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana memaparkan jika selama ini sektor perbankan memang cukup rentan terdampak sentimen negatif naiknya inflasi di AS. Sehingga kondisi ini mengurangi perkiraan penurunan suku bunga untuk tahun ini. 

“Krisis yang terjadi antara Iran dan Israel, turut menyumbang sentimen negatif yang memicu penguatan dolar AS, sebab publik mengambil flight to safety,” terang Wawan. 

Berdasarkan kondisi yang ada, Wawan memperkirakan jika sentimen negatif bakal berlangsung dalam jangka pendek terhadap saham perbankan. Namun dengan catatan bahwa kondisi geopolitik tidak mengalami eskalasi. Begitu juga dengan data inflasi AS di bulan April tidak bertambah. 

Dirinya pun menyarankan para investor yang memiliki proyeksi jangka panjang untuk mulai bisa melakukan buy on weakness di saham-saham Bank KBMI 4. Sepanjang perusahaan yang bersangkutan mempunyai prospek bisnis yang baik, kinerja yang tumbuh serta mampu menjaga likuiditas, maka akan ada selalu peluang sahamnya bisa kembali naik. 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus. Dia mengatakan bahwa koreksi yang terjadi ini sudah diperkirakan sejak sebelum libur lebaran. 

Data-data terkait perekonomian AS yang diterbitkan pada waktu itu, memberi tanda jika penurunan tingkat suku bunga The Fed bakal lebih lama daripada perkiraan sebelumnya. 

Tim Editor
Daisy Floren

Apa Reaksi Kamu?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow
ads

Paling Banyak Dilihat

ads
ads