Suku Bunga Turun, Laba Fintech Lending Awal Tahun Merosot
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melaporkan jika pada sepanjang awal tahun 2024 ini, industri fintech mengalami kemerosotan laba. Yasmine Meylia Sembiring selaku Direktur Eksekutif AFPI menyebutkan bahwa turunnya pertumbuhan dari industri fintech lending, disebabkan oleh diterapkannya kebijakan yang berdampak signifikan terhadap sektor ini.
Adapun kebijakan yang dimaksud adalah penerapan batas atas atau upper limit bunga pinjaman sebesar 0,3% untuk setiap harinya.
“Untuk tahun ini memang terdapat signifikan milestone di industri kami,” terang Yasmine saat menyampaikan konferensi pers, melansir dari Kompas.
Untuk sektor pinjaman konsumtif misalnya, suku bunga yang sebelumnya ditetapkan sebesar 0,4%, turun menjadi 0,3%. Sementara untuk suku bunga di sektor produktif ditetapkan sebesar 0,1% per hari.
Dari penurunan suku bunga itu, pada dasarnya telah mampu menggambarkan bahwa tren yang biasanya tingkat pertumbuhannya tinggi, menjadi berkurang. Itu lantaran manfaat ekonominya juga mengalami penurunan.
Lebih lanjut dalam pemaparannya Yasmine menjelaskan jika penurunan suku bunga pinjaman itu tidak hanya memberikan dampak ke jumlah yang harus dibayarkan oleh konsumen kepada pihak fintech lending.
Di sisi lain, turunnya besaran bunga pinjaman juga bakal menjadikan pihak pemberi pinjaman semakin selektif dalam menawarkan pinjaman mereka kepada konsumen. Itu karena adanya profil risiko yang wajib untuk dimitigasi lebih dalam.
“Manfaat ekonomi yang dimaksud dampaknya langsung ke risiko. Semakin tinggi manfaat ekonominya, maka semakin banyak borrower yang bisa kami tawarkan sebab risikonya lebih luas. Kami pun mampu mengcover risiko yang lebih tinggi,” lanjutnya.
Penyelenggara pun wajib memperhatikan sejumlah peraturan lain, misalnya saja seperti pembatasan satu orang yang meminjam pada lebih dari tiga platform. Kemudian, aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru, telah membatasi calon peminjam untuk meminjam dengan jumlah maksimal 50% dari besaran penghasilannya.
Perusahaan fintech lending lainnya, PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) melaporkan jika pada tahun 2024 ini, besaran laba yang mereka dapatkan relatif stabil dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2023 lalu.
“Konstan saja, namun memang di tahun lalu lebih baik,” terang Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega.
Pihaknya mengaku baru akan melaporkan hasil riset mengenai penerapan penurunan bunga pinjaman dan juga kebijakan lainnya pada bulan Agustus mendatang. Mereka menilai adanya penurunan bunga pinjaman tidak akan terlalu berpengaruh pada kinerja perusahaan, dan masih melihat adanya pertumbuhan lantaran pasar yang masih banyak belum digarap.
“Kami memandang jika pasarnya masih besar. Untuk nasabah ultramikro ini masih terus akan berkembang,” sambungnya.
Sebelumnya, OJK melansir laporan jika industri fintech lending mengalami kerugian setelah pajak, yakni mencapai Rp97,56 miliar untuk bulan Februari 2024. Walaupun begitu, nilainya secara keseluruhan masih lebih baik apabila dibandingkan pada laporan bulan Januari 2024, sebesar Rp135,61 miliar. Seperti yang diketahui, kebijakan penurunan suku bunga pinjaman baru diterapkan pada awal tahun ini.
Sedangkan di bulan Februari 2023 atau pada tahun lalu, sektor fintech lending tercatat masih mampu untuk membukukan laba setelah pajak, yang jumlahnya mencapai Rp98,25 miliar.
Pulau Jawa Mendominasi
Terkait dengan outstanding pinjaman fintech peer to peer (P2P), OJK melaporkan untuk bulan Februari 2024, pendanaan terbesar masih terjadi di Pulau Jawa. Jumlah penyaluran pinjaman di wilayah itu mencapai Rp46,05 triliun, dan untuk luar Pulau Jawa tercatat hanya Rp15,03 triliun.
Jumlah penyaluran pendanaan di Pulau Jawa tersebut mengalami kenaikan sebanyak 0,3% apabila dibandingkan dengan laporan di bulan Januari 2024, yang tercatat sebanyak Rp45,91 triliun. Sementara penyaluran pendanaan di luar Jawa mengalami penurunan hingga 3,65%, atau sebesar Rp14,5 triliun.
Apa Reaksi Kamu?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow